(Seharusnya) Selangkah Lebih Dekat

Memang dalam hidup ini kita tidak bisa selalu bertemu dengan orang-orang yang kita kehendaki saja. Ada kalanya kita akan bertemu dengan orang yang paling kita hindari, tak peduli sekeras apapun kita berusaha menghindarinya. Begitu juga yang terjadi dalam lingkaran keluarga besar. Mau tak mau, kemungkinan bertemu dalam satu acara keluarga itu selalu ada—

two-pairs-footsteps-coral-sandy-beach-30211508

Perihal jodoh dan pernikahan seharusnya tidak perlu didorong-dorong mengatasnamakan apapun. Setiap orang pasti punya pertimbangan dan pemikiran tersendiri terhadap pernikahan dan lain-lain. Menikah memang bukan hal sepele, namun juga tak serumit itu. Yang membuatnya rumit hanyalah orang-orang yang senang mencampuri urusan orang lain. Saran memang diperlukan, tetapi orang-orang sepertinya masih belum memahami betul bahwa tidak semua orang membutuhkan saran-saran yang tak sebenarnya tidak diperlukan. Seperti “saran” untuk segera menikah yang disampaikan lebih seperti orasi.

Menikah adalah suatu hal yang mulia. Dalam agama, menikah ini adalah separuhnya alias menikah-lah yang menyempurnakan agama seseorang. Menikah adalah ibadah seumur hidup dengan satu orang hingga akhir hayat (aamiin).

Dalam pernikahan ini ada dua orang manusia yang akan seiring-sejalan melalui perjalanan hidup dengan segala macam halang-rintang yang ada. Meski demikian, bagaimanapun… berdua akan lebih baik daripada sendiri. Bukankah begitu?

Seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Dalam janji suci, disaksikan jutaan malaikat.

Sang ayah menyerahkan sang putri kepada seorang laki-laki yang kelak akan bertanggungjawab penuh atas putrinya. Dalam sumpah yang dikehendaki Tuhan.

Setelah itu, dimulailah fase baru dalam kehidupan dua insan.

***

Saat ini pintu gerbang itu sudah tampak. Segala hal yang mesti dilewati rasanya sudah dilewati. Sampai pada titik ini, kami menemui jalan buntu. Jalan buntu yang berupa tembok kayu yang sebenarnya bisa terbuka, hanya saja gemboknya masih di sana. Kuncinya ada padaku.

Bicara pada kedua orangtua, meminta izin, memperkenalkanmu, lalu kunci itu kita genggam berdua. Di luar itu semua, sudah sejak lama kita meraih tangan Tuhan, memohon kemudahan dan segala kemudahan untuk mampu membuka gembok pada tembok kayu itu. Ya, tembok kayu itu pernikahan.

Kita perlu membuka gemboknya, restu orangtua.

Setelah itu, di balik tembok itu hanya kita yang akan mengetahuinya. Kata orang: bahtera rumah tangga.

Siapkah kita melalui perjalanan itu?

Seolah bersitatap, kita mengangguk mantap.

Kini, kuncinya ada padaku. Terima kasih untuk selalu menguatkan dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja dan meyakinkan bahwa kau selalu ada untuk mendukung dan menemaniku melewati hal-hal berat yang kurasa mustahil dapat kulewati. Tepuk pundakku sekali lagi dan lagi agar aku kuat. Kunci ini benar-benar penting. Demi kita.

Selangkah lagi kita semakin dekat. Semoga Tuhan ikut campur dalam memudahkan semestra bagi kita. Aamiin.

🌹🌹🌹

One Reply to “”

Leave a comment